Candi
Ratu Boko
Ratu Boko terletak di kelurahan
Sukoharjo, Sleman, ± 3 km arah selatan Candi Prambanan, ± 18 km dari arah timur
Yogyakarta, ± 50 km dari arah barat kota
Solo atau ± 50 km barat daya Kota Surakarta, ± 196 m di atas permukaan laut, ±
195.97 m di atas permukaan bukit, area istana seluas 250.000 m2 merupakan
kelanjutan pegunungan seribu dengan luas ± 250.000 m3.
A. Riwayat
Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah
yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan
Wangsa Syailendra yang beragamakan Budha. Pada peralihan kekuasaan saat itu
kekuasaan beralih oleh Rakai Pikatan dari Dhinasti Sanjaya yang beragamakan
Hindu.
Nama Kraton Boko berasal dari Kraton dan
Ratu Boko. Kraton berasar dari kata Ka-da-tu-an artinya tempat istana Raja,
Ratu Boko berasal dari Ratu yang artinya Raja dan Boko yang artinya Bangau.
Dari arti tersebut masih menimbulkan pertanyaan, siapa yang disebut Raja bangau
itu, apakah nama seorang penguasa atau nama burung bangau sungguhan yang sering
hinggap di kawasan perbukitan Ratu Boko.
Istana yang awalnya
bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian).
ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan
spiritual. Berada di istana ini, anda bisa merasakan kedamaian sekaligus
melihat pemandangan kota Yogyakarta dan Candi Prambanan dengan latar Gunung
Merapi.
Prasasti itu menyebutkan seorang tokoh
bernama Tejahpurnpane Panamkorono, diperkirakan dia adalah Rakai Panangkaran
pada abad ke-8 tahun 746-784 Masehi. Meski demikian Situs Ratu Boko masih
diselimuti misteri, belum diketahui kapan dibangun, oleh siapa, untuk apa, dan
sebagainya. Orang hanya memperkirakan itu sebuah keraton.
Kawasan ini disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya
yang berarti tidak ada bahaya, giri berarti
bukit/gunung, wihara berarti asmara/tempat.
Dari arti-arti tersebut dapat diartikan bahwa Abhayagiri Wihara berarti asmara/tempat para Bhiksu agama Budha
yang berada di atas bukit penuh kedamaian. Ratu Boko pertama kali ditemukan
oleh Van Boeckholtz tahun 1790 M masih berupa reruntuhan purbakala di atas
bukit Ratu Boko. Penemuan itu langsung dipublikasikan.
Hal itu menarik minat ilmuwan Makenzic,
Junghun, dan Brumun. Tahun 1814 mereka mengadakan kunjungan dan pencatatan.
Seratus tahun kemudian FDK Bosch mengadakan penelitian dan melaporkan hasil penelitiannya
diberi judul Keraton Van Ratoe Boko,
dengan demikian kepurbakalaan yang ada di bukit Ratu Boko dikenal dengan nama
Kraton Ratu Boko.
Pada tahun 1938 penelitian mengarah ke
renofasi. Tahun 1950 mulai direnofasi di bagian paling depan, gapura I dan
gapura II.
Menurut Prof. Buchari seorang ahli
sejarah bangunan, Keraton Boko merupakan benteng pertahanan Balapitradewa atau
Rakai Kayuwangi putera bungsu Rakai Pikatan. Konon Rakai Kayuwangi diserang
oleh Rakai Walaing Puhuyaboni cicit laki-laki Sanjaya yang merasa lebih berhak
atas tahta daripada Rakai Pikatan karena Rakai Pikatan hanyalah suami dari
Pramodharwani puteri mahkota Samarattungga yang beragama Budha. Dalam
pertempuran tersebut Rakai Walaing berhasil dipukul mundur dan terpaksa
mengungsi di atas perbukitan Ratu Boko dan membuat benteng pertahhanan di sana.
Namun pada akhirnya Keraton Boko dapat digempur dan diduduki Rakai Kayuwangi
yang secara sengaja merusak prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing dengan
menghilangkan bagian yang memuat nama-nama ayah, kakek, dan buyut Rakai
Walaing.
Kraton Ratu Boko mengarah pada rumah
tinggal. Terdapat dua titik bangunan yang bersifat agama Hindu dan Budha. Berbeda dengan bangunan lain dari masa klasik Jawa Tengah,
Situs Ratu Boko mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri. Tinggalan
bangunan masa klasik Jawa Tengah pada umumnya berupa candi (bangunan
suci/kuil), sedang peninggalan di Situs Ratu Boko menunjukkan tidak saja bangunan
suci (candi), tetapi juga bangunan-bangunan lain yang bersifat profan. Sifat
keprofanan tersebut ditunjukkan oleh adanya tinggalan yang dahulunya merupakan
bangunan hunian dengan tiang dan atap yang dibuat dari bahan kayu , tetapi
sekarang hanya tinggal bagian batur-baturnya saja yang terbuat dari bahan batu.
Di samping bangunan-bangunan yang menunjukkan sifat sakral dan profan, di
dalam Situs Ratu Boko ini juga ditemukan jenis-jenis bangunan lain, yaitu
berupa kolam dan gua.
Ditinjau dari tata letaknya,
bangunan-bangunan di Situs Ratu Boko dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima)
kelompok, yaitu: kelompok Gapura Utama, kelompok Paseban, kelompok Pendapa,
kelompok Keputren, dan kelompok Gua.
1.
Kelompok Gapura Utama
terletak di sebelah barat yang terdiri dari Gapura Utama I dan II, talud,
pagar, candi Pembakaran dan sisa-sisa reruntuhan.
2.
Kelompok Paseban terdiri
dari batur Paseban dua buah, talud dan pagar Paseban.
3.
Kelompok Pendapa terdiri
dari batur Pendapa dan Pringgitan yang dikelilingi pagar batu dengan tiga
gapura sebagai pintu masuk, candi miniatur, serta beberapa kolam penampung air
berbentuk bulat yang dikelilingi pagar lengkap dengan gapuranya.
4.
Kelompok Keputren berada di
sebelah tenggara, terletak pada halaman yang lebih rendah dan terdiri dari dua batur,
kolam segi empat, pagar dan gapura.
5.
Adapun kelompok Gua terdiri
dari Gua Lanang dan Gua Wadon.
Area istana seluas 250.000 m2 terbagi
menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian tengah terdiri
dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak,
dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi,
kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di
bagian timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.
Pada bagian teras pertama tidak ada bangunan kecuali pagar dan jalan
masuk, di teras kedua ada gapura utama 1
dengan jumlah pintunya 3, sedangkan teras ketiga prtama ada gapura utama 2
dengan jumlah pintunya 5.
Batu yang ada tandanya adalah batu asli.
Tanpa perekat batunya tetap kuat. Rusaknya situs maupun peninggalan karena
adanya faktor alam dan buatan manusia.
A. Bangunan
1.
Bagian banguna utama
yaitu gapura I dan gapura II
Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan
langsung enuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut anda.
Gapura tersebut digunakan sebagai pintu masuk utama
kraton ratu boko selain itu untuk pintu masuk tempat penjaan awal.
-
Gapura pertama terdiri atas 3 pintu gerbang yang saling berdekatan, membujur dari
utara ke selatan. Pintu gerbang yang di tengah adalah yang terbesar dan
merupakan pintu gerbang utama yang diapit oleh dua pintu gerbang lainnya yang
disebut gerbang pengapit. Bila anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan
tulisan ‘Panabwara’. Kata itu berdasarkan prasasti Wanua Tengah III dituliskan
namanya adalah untuk melegitmasi kekuasaan, memberi ‘kekuatan’ sehingga lebih
agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama.
-
Gapura kedua terdiri
dari 5 pintu gerbang, terdiri dari 4 gerbang pengapit dan satu gerbang utama
yang terletak di tengah gerbang pengapit.
Pada tahap renofasi tahun 1950-1954 dua gapura ini
terselesaikan.
2.
Alun-alun
Di fungsikan sebagai
tempat berkumpul dan upacara.
3.
Step/panggung saat ini
temuan umpak
(tempat tumpuhan
tiang)
Digunakan untuk acara
pertunjukan.
4.
Paseban
Kata
dasarnya “seba” yang artinya pesowan digunakan untuk ruang tungggu bagi tamu yang akan menemui raja. Dinamakan
paseban karena berdasarkan analogi dengan bangunan kraton pada masa sekarang. Paseban
terdiri dari 2 batur yang saling berhadapan, paseban timur (panjang 24,6 m;
lebar 13,3m; tinggi 1,16 m) dan paseban barat (panjang 24,42 m; lebar 13,34 m;
tinggi 0,83 m).
Kedaton
-
Ruang pendopo
-
Ruang
pendetan
-
Pringgitan untuk ruang istirahat
Merupakan
bagian bangunan terbesar. Batur pendopo berdenah segi empat berukuran 20 x 21 m
dan tingginya 1,46 m tersusun dari batu andesit pada sisi utara timur dan barat terdapat tangga naik
yang tersusun dari batu andesit. Di atas permukaan Batur pendopo terdapat
sejumlah umpak yang berjumlah 24 buah sedangkan permukaan Batur pringgitan
terdapat 12 umpak.
2.
Miniatur
Suatu
ciri atau peninggalan bersifat Hindu yaitu shiwa dan wisnu. Tempat ini
digunakan untuk sembahyang / ibadah.
3.
Kolam
Terbagi dua ruang besar
:
1.
Untuk menampung air
hujan
2.
Untuk
tempat pemandian
4.
Keputren
Merupakan tempat untuk
istirahat khusus putri. Pada bagian selatan tempat untuk dayang-dayang / putri.
5.
Bale-bale (batur bale)
Tempat istirahat khusus
putra (9 ruang).
6.
Stupa
Bagian atas menyerupai
candi Borobudur sebagai tempat untuk agama Hindu
Arca :
-
Hindu
-
Budha
7.
Gua
Di situs Ratu Boko terdapat Gua Lanang dan Gua Wadon.
Dinamakan gua wadon karena terdapat semacam relief yang menggambarkan lambing
yoni di atas pintunya. Yoni adalah simbol kelamin wanita, biasanya dilengkapi
dengan lingga yaitu simbol kelamin laki-laki. Persatuan antara keduanya
menyebabkan kesuburan. Diharapkan daerah di sekitar lingga dan yoni ikut
menjadi subur dan makmur. Gua ini diduga untuk
tempat bersemedi, karena di
dalamnya terdapat lubang / luweng untuk menaruh sesaji.
8.
Candi Pembakaran
Sebutan ini berdasarkan pada penemuan abu yang
terdapat di sumuran candi sehingga orang beranggapan bahwa bangunan ini pada
masa lampau menjadi tempat pembakaran atau penyimpanan abu jenazah raja.
Setelah diteliti lebih seksama, abu tersebut adalah sisa pembakaran kayu dan
tidak ada indikasi sebagai sisa pembakaran tulang. Candi itu berbentuk bujur
sangkar memiliki 2 teras. Terbuat dari batu andesit berukuran panjang 22,60 m,
lebar 22,33 m dan tinggi 3,82 m.
9.
Sumur Suci / Sumur
Amerta Mantana
Yang berarti Amerta
(air), Mantana (doa/mantra), yang mengandung arti air suci yang sudah diberikan
mantra. Sumur suci ini terletak di sudut tenggara Candi pembakaran. Salah satu
sumur tua yang mengandung misteri. Kini,
airnya pun masih sering digunakan. Masyarakat setempat mengatakan air sumur itu
dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Mitos
air ini dapat berguna sesuai apa yang diinginkan, sering dimanfaatkan untuk
acara prosesi ritual antara lain pengambilan air suci untuk prosesi Tawur Agung
umat Hindu selain itu untuk pengambilan air suci sebelum perayaan hari raya Nyepi.
10. Candi
Batu Putih
Candi Batu Putih terletak ±45 meter dari gapura kedua.
Candi
ini menggunakan kombinasi antara batu hitam dan batu putih. Pada candi ini
tidak ada tangga permanent untuk memasuki Candi batu putih.
Pada abad-8 hanya
orang-orang tertententu yang dapat memasuki candi batu putih, harus ada tolak
bala atau upacara tertentu untuk memasukinya.